Minggu, 18 April 2010

MACAM -MACAM BENTUK NEGARA DAN KENEGARAAN

Bentuk Negara

a. Negara Kesatuan (Unitaris)

Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar.Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung.

Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:

  1. Sentralisasi, dan
  2. Desentralisasi.

Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau mengurus rumah tangganya sendiri.

Keuntungan sistem sentralisasi:

  1. adanya keseragaman (uniformitas) peraturan di seluruh wilayah negara;
  2. adanya kesederhanaan hukum, karena hanya ada satu lembaga yang berwenang membuatnya;
  3. penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara.

Kerugian sistem sentralisasi:

  1. bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga sering menghambat kelancaran jalannya pemerintahan;
  2. peraturan/ kebijakan dari pusat sering tidak sesuai dengan keadaan/ kebutuhan daerah;
  3. daerah-daerah lebih bersifat pasif, menunggu perintah dari pusat sehingga melemahkan sendi-sendi pemerintahan demokratis karena kurangnya inisiatif dari rakyat;
  4. rakyat di daerah kurang mendapatkan kesempatan untuk memikirkan dan bertanggung jawab tentang daerahnya;
  5. keputusan-keputusan pemerintah pusat sering terlambat.

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

Keuntungan sistem desentralisasi:

  1. pembangunan daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri;
  2. peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri;
  3. tidak bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga pemerintahan dapat berjalan lancar;
  4. partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat;
  5. penghematan biaya, karena sebagian ditanggung sendiri oleh daerah.

Sedangkan kerugian sistem desentralisasi adalah ketidakseragaman peraturan dan kebijakan serta kemajuan pembangunan.

Contoh negara yang menganut bentuk negara kesatuan dengan asas sentralisasi adalah JERMAN pada masa HITLER .Sedangkan yang menganut bentuk negara kesatuan dengan asas desentralisasi adalah Indonesia, China dsb,

b. Negara Serikat (Federasi)

Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, ciri-ciri dari negara serikat adalah terdiri atas beberapa negara bagian Negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, namun negara-negara bagian tidak memiliki hak untuk mengadakan hubungan luar negeri , memiliki mata uang sendiri, memiliki militer dan mengatur hubungan antar negara bagian, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabraungan negara-negara bagian atau pemerintah federal.

Ciri-ciri negara serikat/ federal:

  1. tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet) demi kepentingan negara bagian;
  2. tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat;
  3. hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada pemerintah federal.

Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal kenegaraan selebihnya (residuary power).

Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi:

  1. hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional, misalnya: masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan diplomatik;
  2. hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional, perang dan damai;
  3. hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azas-azas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh pemerintah pusat, misalnya: mengenai masalah uji material konstitusi negara bagian;
  4. hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan federal, misalnya: hal pajak, bea cukai, monopoli, matauang (moneter);
  5. hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya: masalah pos, telekomunikasi, statistik.

Menurut C.F. Strong, yang membedakan negara serikat yang satu dengan yang lain adalah:

  1. cara pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian;
  2. badan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.

Berdasarkan kedua hal tersebut, lahirlah bermacam-macam negara serikat, antara lain:

  1. negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah federal, dan kekuaasaan yang tidak terinci diserahkan kepada pemerintah negara bagian. Contoh negara serikat semacam itu antara lain: Amerika Serikat, Australia, RIS (1949);
  2. negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah negara bagian, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah federal. Contoh: Kanada dan India;
  3. negara serikat yang memberikan wewenang kepada mahkamah agung federal dalam menyelesaikan perselisihan di antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh: Amerika Serikat dan Australia;
  4. negara serikat yang memberikan kewenangan kepada parlemen federal dalam menyelesaikan perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh: Swiss.

Persamaan antara negara serikat dan negara kesatuan bersistem desentralisasi: 1) Pemerintah pusat sebagai pemegang kedaulatan ke luar; 2) Sama-sama memiliki hak mengatur daerah sendiri (otonomi).

Sedangkan perbedaannya adalah: mengenai asal-asul hak mengurus rumah tangga sendiri itu. Pada negara bagian, hak otonomi itu merupakan hak aslinya, sedangkan pada daerah otonom, hak itu diperoleh dari pemerintah pusat.

Bentuk Kenegaraan

Selain negara serikat, ada pula yang disebut serikat negara (konfederasi). Tiap negara yang menjadi anggota perserikatan itu ada yang berdaulat penuh, ada pula yang tidak. Perserikatan pada umumnya timbul karena adanya perjanjian berdasarkan kesamaan politik, hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan atau kepentingan bersama lainnya.

1. Perserikatan Negara

Perserikatan Negara pada hakikatnya bukanlah negara, melainkan suatu perserikatan yang beranggotakan negara-negara yang masing-masing berdaulat. Dalam menjalankan kerjasama di antara para anggotanya, dibentuklah alat perlengkapan atau badan yang di dalamnya duduk para wakil dari negara anggota.

Contoh Perserikatan Negara yang pernah ada:

  • Perserikatan Amerika Utara (1776-1787)
  • Negara Belanda (1579-1798), Jerman (1815-1866)

Perbedaan antara negara serikat dan perserikatan negara:

  • Dalam negara serikat, keputusan yang diambil oleh pemerintah negara serikat dapat langsung mengikat warga negara bagian; sedangkan dalam serikat negara keputusan yang diambil oleh serikat itu tidak dapat langsung mengikat warga negara dari negara anggota.
  • Dalam negara serikat, negara-negara bagian tidak boleh memisahkan diri dari negara serikat itu; sedangkan dalam serikat negara, negara-negara anggota boleh memisahkan diri dari gabungan itu.
  • Dalam negara serikat, negara bagian hanya berdaulat ke dalam; sedangkan dalam serikat negara, negara-negara anggota tetap berdaulat ke dalam maupun ke luar.

2. Koloni atau Jajahan

Negara koloni atau jajahan adalah suatu daerah yang dijajah oleh bangsa lain. Koloni biasanya merupakan bagian dari wilayah negara penjajah. Hampir semua soal penting negara koloni diatur oleh pemerintah negara penjajah. Karena terjajah, daerah/ negara jajahan tidak berhak menentukan nasibnya sendiri. Dewasa ini tidak ada lagi koloni dalam arti sesungguhnya.

3. Trustee (Perwalian)

Negara Perwalian adalah suatu negara yang sesudah Perang Dunia II diurus oleh beberapa negara di bawah Dewan Perwalian dari PBB. Konsep perwalian ditekankan kepada negara-negara pelaksana administrasi.

Menurut Piagam PBB, pembentukan sistem perwalian internasional dimaksudkan untuk mengawasi wilayah-wilayah perwalian yang ditempatkan di bawah PBB melalui perjanjian-perjanjian tersendiri dengan negara-negara yang melaksanakan perwalian tersebut.

Perwalian berlaku terhadap:

  1. wilayah-wilayah yang sebelumnya ditempatkan di bawah mandat oleh Liga Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia I;
  2. wilayah-wilayah yang dipisahkan dari negara-negara yang dikalahkan dalam Perang Dunia II;
  3. wilayah-wilayah yang ditempatkan secara sukarela di bawah negara-negara yang bertanggung jawab tentang urusan pemerintahannya.

Tujuan pokok sistem perwalian adalah untuk meningkatkan kemajuan wilayah perwalian menuju pemerintahan sendiri. Mikronesia merupakan negara trustee terakhir yang dilepas Dewan Perwalian PBB pada tahun 1994.

4. Dominion/Commonwealh/Persemakmuran

Bentuk kenegaraan ini hanya terdapat di dalam lingkungan Kerajaan Inggris. Negara dominion semula adalah negara jajahan Inggris yang setelah merdeka dan berdaulat tetap mengakui Raja/ Ratu Inggris sebagai lambang persatuan mereka. Negara-negara itu tergabung dalam suatu perserikatan bernama “The British Commonwealth of Nations” (Negara-negara Persemakmuran).

Tidak semua bekas jajahan Inggris tergabung dalam Commonwealth karena keanggotaannya bersifat sukarela. Ikatan Commonwealth didasarkan pada perkembangan sejarah dan azas kerja sama antaranggota dalam bidang ekonomi, perdagangan (dan pada negara-negara tertentu juga dalam bidang keuangan). India dan Kanada adalah negara bekas jajahan Inggris yang semula berstatus dominion, namun karena mengubah bentuk pemerintahannya menjadi republik/ kerajaan dengan kepala negara sendiri, maka negara-negara itu kehilangan bentuk dominionnya. Oleh karena itu persemakmuran itu kini dikenal dengan nama “Commonwealth of Nations”. Anggota-anggota persemakmuran itu antara lain: Inggris, Afrika Selatan, Kanada, Australia, Selandia Baru, India, Malaysia, etc. Di sebagian dari negara-negara itu Raja/ Ratu Inggris diwakili oleh seorang Gubernur Jenderal, sedangkan di ibukota Inggris, sejak tahun 1965 negara-negara itu diwakili oleh High Commissioner.

5. Uni

Bentuk kenegaraan Uni adalah gabungan dari dua negara atau lebih yang merdeka dan berdaulat penuh, memiliki seorang kepala negara yang sama.

Pada umumnya Uni dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1) Uni Riil (Uni Nyata)

yaitu suatu uni yang terjadi apabila negara-negara anggotanya memiliki alat perlengkapan negara bersama yang telah ditentukan terlebih dulu. Perlengkapan negara itu dibentuk untuk mengurus kepentingan bersama. Uni sengaja dibentuk guna mewujudkan persatuan yang nyata di antara negara-negara anggotanya.

Contoh: Uni Austria – Hungaria (1867-1918), Uni Swedia – Norwegia (1815-1905), Indonesia – Belanda (1949).

2) Uni Personil

yaitu suatu uni yang memiliki seorang kepala negara, sedangkan segala urusan dalam negeri maupun luar negeri diurus sendiri oleh negara-negara anggota.

Contoh: Uni Belanda – Luxemburg (1839-1890), Swedia – Norwegia (1814-1905), Inggris – Skotlandia (1603-1707;

Selain itu ada yang dikenal dengan nama Uni Ius Generalis, yaitu bentuk gabungan negara-negara yang tidak memiliki alat perlengkapan bersama. Tujuannya adalah untuk bekerja sama dalam bidang hubungan luar negeri. Contoh: Uni Indonesia – Belanda setelah KMB.

6. Protektorat

Sesuai namanya, negara protektorat adalah suatu negara yang ada di bawah perlindungan negara lain yang lebih kuat. Negara protektorat tidak dianggap sebagai negara merdeka karena tidak memiliki hak penuh untuk menggunakan hukum nasionalnya. Contoh: Monaco sebagai protektorat Prancis.

Negara protektorat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu:

  • Protektorat Kolonial, jika urusan hubungan luar negeri, pertahanan dan sebagian besar urusan dalam negeri yang penting diserahkan kepada negara pelindung. Negara protektorat semacam ini tidak menjadi subyek hukum internasional. Contoh: Brunei Darussalam sebelum merdeka adalah negara protektorat Inggris.
  • Protektorat Internasional, jika negara itu merupakan subyek hukum internasional. Contoh: Mesir sebagai negara protektorat Turki (1917), Zanzibar sebagai negara protektorat Inggris (1890) dan Albania sebagai negara protektorat Italia (1936).

7. Mandat

Negara Mandat adalah suatu negara yang semula merupakan jajahan dari negara yang kalah dalam Perang Dunia I dan diletakkan di bawah perlindungan suatu negara yang menang perang dengan pengawasan dari Dewan Mandat LBB. Ketentuan-ketentuan tentang pemerintahan perwalian ini ditetapkan dalam suatu perjanjian di Versailles. Contoh: Syria, Lebanon, Palestina (Daerah Mandat A); Togo dan Kamerun (Daerah Mandat B); Afrika Barat Daya (Daerah Mandat C).

Kamis, 15 April 2010

GLOBALISASI

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara

Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.

Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.

Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan antarmanusia di seluruh dunia
  • Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
  • Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
  • Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
  • Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.

Teori globalisasi

Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teroritis yang dapat dilihat, yaitu:

  • Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
  • Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
  • Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
  • Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
  • Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.

Sejarah globalisasi

Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Berkas:Mcdonalds oslo 2.jpg Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya [[Berkas:globalisasi

Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.

Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.

Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.

Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.]]

[sunting] Reaksi masyarakat

[sunting] Gerakan pro-globalisasi

Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari Indonesia, begitu juga sebaliknya.

Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya.

Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi akan terhambat dan -- menurut mereka -- mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk dunia.

Gerakan antiglobalisasi

[sunting] Gerakan antiglobalisasi !Artikel utama untuk bagian ini adalah: antiglobalisasi Gerakan antiglobalisasi

Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.

Namun, orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya. [sunting] Globalisasi Perekonomian

Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:

   * Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.

Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja

   * Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
   * Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
   * Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
   * Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.

Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia. [sunting] Kebaikan globalisasi ekonomi

   * Produksi global dapat ditingkatkan

Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.

   * Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara

Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.

   * Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri

Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.

   * Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik

Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.

   * Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi

Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut. [sunting] Keburukan globalisasi ekonomi

   * Menghambat pertumbuhan sektor industri

Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.

   * Memperburuk neraca pembayaran

Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globalisasi&action=edit

   * Sektor keuangan semakin tidak stabil

Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

   * memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang

Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk. [sunting] Globalisasi kebudayaan Sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara global

Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.

Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).

Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan. [sunting] Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan

   * Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
* Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
* Berkembangnya turisme dan pariwisata.
* Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
* Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
* Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.

Globalisasi Perekonomian

Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:

  • Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
  • Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
  • Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
  • Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
  • Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.

Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia.

Globalisasi Perekonomian

Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:

  • Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
  • Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
  • Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
  • Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
  • Globalisasi Perdagangan.
  • Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.

Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia.

Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan

  • Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
  • Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
  • Berkembangnya turisme dan pariwisata.
  • Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
  • Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
  • Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA
Disunting dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

SEJARAH PERS INDONESIA

BEBERAPA hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, dari kota sampai ke pelosok telah terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang, termasuk pers. Yang direbut terutama adalah peralatan percetakan. Perebutan kekuasan semacam ini telah terjadi di perusahaan koran milik Jepang yakni Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung) dan Sinar Baroe (Semarang). Dan pada tanggal 19 Agustus 2605 koran-koran tersebut telah terbit dengan mengutamakan berita sekitar Indonesia Merdeka. Dalam koran-koran Siaran Istimewa itu telah dimuat secara mencolok teks proklamasi. Kemudian beberapa berita penting seperti "Maklumat Kepada Seluruh Rakyat Indonesia", "Republik Indonesia Sudah Berdiri", "Pernyataan Indonesia Merdeka", "Kata Pembukaan Undang-Undang Dasar", dan lagu "Indonesia Raya".
Di bulan September sampai akhir tahun 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai beredarnya Soeara Merdeka (Bandung) dan Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia. Di masa itulah koran dipakai alat untuk mempropagandakan kemerdekaan Indonesia. Sekalipun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang, namun dengan penuh keberanian mereka tetap menjalankan tugasnya. Dalam masa klas pertama di tahun 1947, pers kita terbagi dua. Golongan pertama tetap bertugas di kota yang diduduki Belanda. Dan golongan kedua telah mengungsi ke pedalaman yang dikuasai RI. Sekalipun aktif di wilayah musuh, yang selalu dibayangi ancaman pemberedelan dan bersaing dengan koran Belanda, golongan pertama tetap menerbitkan koran yang berhaluan Republikein. Yang terkenal di masa itu antara lain Merdeka, Waspada, dan Mimbar Umum. Demikian pula yang bergerilya ke pedalaman, dengan peralatan dan bahan seadanya, koran mereka senantiasa menjaga agar jiwa revolusi tetap menyala. Di masa itu telah beredar koran kaum gerilya, yakni Suara Rakjat, Api Rakjat, Patriot, Penghela Rakjat, dan Menara. Koran-koran ini dicetak di atas kertas merang atau stensil dengan perwajahan yang sangat sederhana.
Pemberedelan pertama
Kondisi pers kita sesudah proklamasi, memang jauh berbeda dibanding di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Di masa itu orang enggan membaca koran, lantaran beritanya melulu untuk kepentingan penguasa. Sedang pada masa kemerdekaan, koran apa saja selalu menjadi rebutan masyarakat. Sehari setelah beberapa koran mengabarkan berita tentang pembacaan teks proklamasi, maka hari-hari berikutnya masyarakat mulai memburunya. Mereka tampaknya tidak mau ketinggalan barang seharipun dalam mengikuti berita perkembangan negaranya yang baru merdeka itu. Minat baca semakin meningkat dan orang mulai sadar akan kebutuhannya terhadap media massa. Suasana seperti ini tentunya berdampak positif bagi para pengelola media masa di masa itu. Usaha penerbitan koran pun mulai marak kembali, yang konon diramaikan oleh irama gemercaknya suara alat cetak intertype atau mesin roneo. Sementara itu para kuli tinta yang sibuk kian kemari memburu berita, semakin banyak jumlahnya. Untuk menertibkan dan mempersatukan mereka, pada tahun 1946 atas inisiatif para wartawan telah dilangsungkan kongres di Solo. Dalam kongres itu telah dibentuk persatuan wartawan dan Mr. Sumanang, ditunjuk sebagai ketuanya.
Tercatat beberapa peristiwa penting dalam sejarah pers di masa revolusi yakni di tahun yang sama telah didirikan Sari Pers di Jakarta oleh Pak Sastro dan kantor berita Antara dibuka kembali, setelah selama tiga tahun dibekukan Jepang. Kantor Sari Pers setiap hari mencetak ratusan koran stensilan yang memuat berbagai berita penting dari seluruh tanah air.
Mengikuti berita surat kabar di masa itu, memang mengasyikkan dan sekaligus mendebarkan. Dari hari ke hari beritanya silih berganti, dari pertempuran dan perundingan, sampai pembangunan serta kabar berita yang penuh suka dan duka. Seperti berita di tahun 1945. Indonesia Merdeka telah disambut luapan gembira, namun di bulan November muncul berita duka, yakni tentara Inggris telah membantai ribuan rakyat dan para pejuang kita serta membumihanguskan kota Surabaya. Di tahun 1946 rakyat kita telah memperingati hari proklamasi dengan sangat meriah sebanyak dua kali, yakni pada tanggal 17 Februari, ketika Indonesia Merdeka baru berumur setengah tahun dan tanggal 17 Agustus. Tahun 1946 ditutup dengan munculnya berita musibah yang memenuhi halaman-halaman koran, yakni pembunuhan 40.000 rakyat Sulsel oleh Gerombolan Westerling pada tanggal 11 Desember. Tindakan kejam ini dilakukan pihak Belanda untuk melancarkan jalan menuju terbentuknya negara boneka Indonesia Timur.
Berita yang menggembirakan tahun 1948 adalah diselenggarakannya Pesta Pekan Olahraga Nasional pertama di Solo secara meriah pada tanggal 9 September. Namun berita-berita PON itu tiba-tiba sirna oleh terjadinya Peristiwa Madiun pada tanggal 18 September di kota yang sama. Memasuki tahun 1948 situasi dan kondisi negara RI memang mulai diwarnai oleh suasana perpecahan. Di masa itu semakin terasa ada dua golongan yang saling bertentangan yakni golongan kanan (Front Nasional) dan golongan ekstrem kiri (komunis) yang disebut FDR (Front Demokrasi Rakyat). Puncak konflik ini ditandai oleh meletusnya pemberontakan Peristiwa Madiun yang didalangi oleh PKI Muso. Peristiwa ini sempat mengguncang pemerintah. Betapa tidak, sementara rakyat kita sedang sibuk menghadapi agresi Belanda, tiba-tiba PKI menusuk dari belakang. Pidato Presiden Soekarno yang berbunyi: "Pilih Soekarno-Hatta atau Muso dengan PKI-nya" sempat menjadi berita utama dalam setiap koran. Di masa penuh konflik inilah untuk pertama kalinya terjadi pemberedelan koran dalam sejarah pers RI. Tercatat beberapa koran dari pihak FDR seperti Patriot, Buruh, dan Suara Ibu Kota telah dibreidel pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas dengan membungkam koran Api Rakjat yang menyuarakan kepentingan Front Nasional. Sementara itu fihak militer pun telah memberedel Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak mengeritik pihaknya.
Hubungan pemerintah dan pers
Pada tahun 1946, pihak pemerintah mulai merintis hubungan dengan pers. Di masa itu telah disusun peraturan yang tercantum dalam Dewan Pertahanan Negara Nomor 11 Tahun 1946 yang mengatur soal percetakan, pengumuman, dan penerbitan. Kemudian diadakan juga beberapa perubahan aturan yang tercantum dalam Wetboek van Strafrecht (UU bikinan Belanda), seperti drukpersreglement tahun 1856, persbreidel ordonnantie 1931 yang mengatur tentang kejahatan dari pers, penghinaan, hasutan, pemberitaan bohong dan sebagainya. Namun upaya ini pelaksanaannya tertunda karena invasi dari pihak Belanda. Barulah setelah Indonesia memperoleh kedaulatannya di tahun 1949, pembenahan dalam bidang pers dilanjutkan kembali. Di saat itu telah terjadi peristiwa bersatunya kembali golongan insan pers yang bergerak di kota yang dikuasai Belanda dengan golongan yang bergerak di daerah gerilya. Hubungan itu meliputi soal perundang-undangan, kebijaksanaan pemerintah terhadap kepentingan pers dalam hal aspek sosial ekonomi maupun aspek politisnya.
Dalam UUD pasal 19 contohnya, telah dicantumkan kalimat, setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Pelaksanaan UUD pasal 19 tersebut telah diusulkan dalam sidang Komite Nasional Pusat Pleno VI Yogya tanggal 7 Desember 1949 yang intinya, Pemerintah RI agar memperjuangkan pelaksanaan kebebasan pers yang mencakup memberi perlindungan kepada pers nasional, memberi fasilitas yang dibutuhkan perusahaan surat kabar, dan mengakui kantor berita Antara sebagai kantor berita nasional yang patut memperoleh fasilitas dan perlindungan.
Usulan di atas kemudian dijawab. Pemerintah RI sudah mulai merencanakan segala peraturan mengenai pers dan berupaya sekerasnya untuk melaksanakan hak asasi demokrasi. Hubungan antara pemerintah dan pers lebih dipererat dengan cara membentuk Panitia Pers pada tanggal 15 Maret 1950, penambahan halaman koran, persediaan kertas dan bahan-bahan yang diperlukan, tanpa ada ikatan apapun yang mengurangi kemerdekaan pers. Untuk meningkatkan nilai dan mutu jurnalistik, maka para wartawan diberi kesempatan untuk memperdalam ilmunya. Dan diupayakan pula agar kedudukan kantor berita Antara lebih terasa sebagai mitra dari para pengelola surat kabar.
Upaya di atas telah memungkinkan terciptanya iklim pers yang tertib dan menguntungkan semua pihak. Jumlah perusahaan koran pun dari tahun ke tahun semakin meningkat. Buktinya dalam kurun waktu empat tahun sesudah 1949, jumlah surat kabar berbahasa Indonesia, Belanda, dan Cina naik, dari 70 menjadi 101 buah. Sekalipun demikian bukan berarti mutu jurnalistiknya ikut meningkat. Untuk itu, Ruslan Abdulgani dalam tulisannya "Pers Nasional dan Funksi Sosialnya" telah menulis sebagai berikut, "Mempertinggi mutu journalistiek pada umumnja harus diartikan mempertinggi kwaliteit apa jang ditulis: hal ini dapat ditjapai bila wartawan berkesempatan tjukup memperlengkapi dirinja dengan pengetahuan tentang keadaan jang hendak ditulis, dan pelbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu politik, sociologie, ekomomi, psychologie, sedjarah dan ketatanegaraan".

Sejarah Pers Sumbar Dialih Orang Lalu
Semenjak tanggal 1 Januari dan rencananya hingga 31 Desember 2007
setiap hari menerbitkan semacam kilas balik perjalanan sejarah pers
nasional. Dan dua kegiatan itu menjadi gong yang ditalu dengan
nyaring oleh hoofdredacteur-nya yang paling gemilang di kurun itu:
Raden Mas Tirto Adhi Surjo. Sepanjang pembacaan saya terhadap sejarah pers (dan
pers juga identik dengan penerbitan), dan juga hasil bacaan saya
terhadap disertasi Sudarmoko yang dipertahankannya di Universitas
Leiden, Belanda (2005) dan beberapa artikel Suryadi yang juga mengajar
di Universitas Leiden, mengesankan, semenjak abad-19, pertumbuhan surat
kabar dan dunia penerbitan di Minangkabau (Sumatra Barat) sangat
signifikans.Minangkabau memang merupakan kota pers tertua di Sumatra, dan termasuk kota Indonesia yang awal mengenal surat kabar. “Ketika di tempat lain di pulau ini orang baru mengenal naskah (manuscript) beraksara Jawi yang berisi sastra pagan,
di Padang orang (Minangkabau) sudah membolak-balik halaman kertas lebar
bernama surat kabar yang berisi informasi dari luar dunia lokalnya,”
tulis Suryadi (lihat di http://www.ranah-minang.com).Dari catatan sejarah dan tarikh keberadaan dunia pers di Sumatra Barat, tampaknya, kehadiran surat kabar Medan Prijaji (1907) yang lahir di Bandung (Jawa Barat) masih muda dibanding surat-surat
kabar yang sudah terbit di Minangkabau sebelumnya. Dan kita tidak mengetahui pula, siapa atau lembaga apa yang memutuskan dan melegetimasi satu abad pers di Indonesia ini dimulai hitungan tahun 1907? Selanjutnya, di mana suara sejarahwan Sumatra Barat
yang jumlahnya tidak sedikit itu: Apa sesungguhnya yang terjadi di
negeri ini, sehingga fakta sejarah bisa saja diubah dan diklaim sesuka
hati?
Berteriaklah kita sekuat tenaga, bahwa pada
pertengahan abad-19 orang Minanglabau sudah baca koran, dan banyak
surat kabar yang terbit di sini, dan lain sebagainya, jelas tak ada
gunanya.
Para sejarahwan yang bertebaran di Unand dan UNP, dan di perguruan
tinggi di kota-kota lainnya, yang diharapkan bisa menjelaskan duduk
perkara fakta sejarah ini, tampaknya lebih tertarik menyelesaikan
proyek penelitiannya yang tidak akan pernah habis-habisnya.

Diterbitkan di: Oktober 13, 2007
HARIAN Jurnal Nasional yang terbit di Jakarta,

Sejarah
Sejarah pembredelan koran soetra oemoem di suraba- ya oleh belanda. isinya dianggap menghasut. peme- rintah punya kuasa mencabut ijin penerbitan jika mengganggu ketertiban umum.
HARI ini, hampir 60 tahun yang lalu. Pada tanggal 23 Juni 1933, Gubernur Jenderal De Jonge menurunkan satu perintah: koran Soeara Oemoem di Surabaya dibredel. Seorang wartawan bernama Tjindar Boemi lima bulan sebelumnya menerbitkan sebuah tulisan tentang pemberontakan di atas kapal De Zeven Provincien. Isinya dianggap "menghasut".

Yang menarik ialah bahwa tindakan itu tidak terjadi mendadak. Dalam buku Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia yang diterbitkan oleh Proyek Penelitian Pengembangan Penerangan Deppen pada tahun 1980, disebutkan bagaimana titah Gubernur Jenderal itu bermula dari laporan Procureur Generaal pada tanggal 10 Februari 1933.

Dalam laporan itu disebut adanya perintah kepada yang berwajib di Surabaya untuk menahan Tjindar Boemi. Juga untuk "mendengar keterangan" dari pimpinan Soeara Oemoem, dr. Soetomo, dan menyuruhnya "menandatangani pernyataan setia".

Ternyata, di zaman kolonial itu, perintah macam itu tak bisa dengan serta-merta efektif. Pada tanggal 3 Maret, Raad van Indie, semacam dewan perwakilan masa itu, menyatakan tak setuju bila dr. Soetomo harus menandatangani pernyataan setia. Raad van Indie menyarankan tindakan terhadap dr. Soetomo "ditunggu saja" sampai pemeriksaan terhadap Tjindar Boemi selesai.

Menghadapi reaksi ini, pihak Procureur Generaal meminta Gubernur Jenderal, penguasa tertinggi di Hindia Belanda waktu itu, menerapkan peraturan pembredelan pers atau Persbreidel Ordonnantie. Tak lupa, di dalam saran itu disertakan kutipan dari sebuah tulisan di Soeara Oemoem yang dinilai "bisa mengganggu ketertiban umum".

Empat hari kemudian, Raad van Indie akhirnya juga menyarankan agar peraturan pembredelan pers itu dikenakan terhadap koran yang dipimpin dr. Soetomo. Maka, dibredellah Soeara Oemoem.

Penting rasanya untuk disebut bahwa pembredelan hanya bisa berlangsung selama delapan hari. Pasal 2 dari Persbreidel Ordonnantie menyebutkan bahwa Gubernur Jenderal berhak melarang pencetakan, penerbitan, dan penyebaran sebuah surat kabar paling lama delapan hari. Jika sesudah terbit koran itu masih dinilai mengganggu "ketertiban umum", larangan terbit bisa jadi lebih lama, tapi tidak lebih lama dari 30 hari berturut-turut.

Zaman itu tampaknya memang zaman yang keras bagi pers, tetapi bukan suatu masa yang kacau kepastian. Buku sejarah yang diterbitkan oleh proyek penelitian dan pengembangan Deppen itu menegaskan hal itu, "Dengan adanya ketentuan itu, maka pihak surat kabar yang terkena tidak menunggu-nunggu tak menentu ...."

Larangan terbit yang mendadak-sontak juga tak ada. "Paling tidak," tulis buku yang redakturnya adalah Sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo itu pula, "tidak dilakukan begitu saja ... seperti geledek di siang bolong."

Dengan jelas buku itu bahkan menyebutkan bahwa prosedur di zaman De Jonge lebih "rapi" daripada "yang terjadi sekarang" -- meskipun penilaian bahwa tulisan-tulisan tertentu "mengganggu ketertiban umum" sangat sepihak sifatnya. Semuanya, tulis buku sejarah itu, "hanya dilakukan oleh pihak penguasa dan tidak adanya kesempatan membela diri".

Hari ini, sekitar 60 tahun yang lampau, mungkin bukan hari yang baik untuk belajar dari sejarah. Atau mungkin setiap generasi mempunyai pukulan-pukulannya sendiri. September 1957, ada 10 surat kabar dan tiga kantor berita serentak ditutup.

Tetapi pembredelan yang luas yang pertama kalinya terjadi dalam sejarah pers Indonesia itu -- dilakukan oleh penguasa militer Jakarta Raya -- hanya berlangsung selama 23 jam.

Betapapun, suatu babak baru tampaknya telah mulai: ada yang mencicipi enaknya dan ada yang mencicipi pahitnya. Pada 1 Oktober 1958 apa yang pernah berlaku di zaman penjajahan fasisme Jepang diberlakukan lagi di zaman kemerdekaan: setiap penerbitan harus mempunyai Surat Izin Terbit (SIT). Sebuah buku, Garis Perkembangan Pers Indonesia, yang diterbitkan oleh Serikat Penerbit Suratkabar pada tahun 1971 menyebut hal itu dengan muram, "Sejak 1 Oktober 1958, Sejarah Pers Indonesia memasuki periode hitam."

"Tanggal 1 Oktober 1958," tulis buku itu, "dapat dikatakan sebagai tanggal matinya kebebasan pers di Indonesia. Surat kabar yang masih terbit sesudah itu harus mengikuti kehendak penguasa. Setiap waktu SIT dapat dicabut oleh Penguasa .... Sejak itu pers Indonesia bukan lagi sebagai salah satu lembaga demokrasi ...."

Agaknya begitulah. Tanggal 24 Februari 1965, Menteri Penerangan membredel serentak 21 surat kabar. Alasan: mereka dituduh bersimpati kepada sesuatu yang terlarang, yakni "Badan Pendukung Sukarnoisme", sebuah organisasi yang menentang PKI. Dengan kata lain: mereka tidak sejalan dengan kehendak yang berkuasa. Mereka telah bersikap (untuk memakai tuduhan yang secara sepihak sering dilontarkan waktu itu) "kontrarevolusioner". Mereka harus "dibabat".

Tidak ada lagi kepastian. Tidak ada lagi hak, bahkan untuk membeli diri. Sekian puluh tahun yang lalu, sekian puluh tahun kemudian ....

Studi Pers Indonesia Kontemporer

STUDI atas pers Indonesia boleh dikata masih sedikit. Untuk melihat faktanya, tidak pasti setahun sekali ada satu terbitan yang mengupas secara serius tentang Pers Indonesia. Yang lebih sering muncul merupakan kumpulan tulisan tentang pers atau biografi seorang jurnalis Indonesia. Menyebut yang paling akhir sekali, boleh disebut nama David T. Hill (1994), atau sebelumnya ada Harsono Suwardi (1993), Bambang Sadono (1993), Daniel Dhakidae (1991) -(tidak/belum? dipublikasikan); Francois Raillon (1985); Amir Effendi Siregar (1983), Edward C. Smith (1983) Oey Hong Lee (1971). Dan tak dapat dilupakan lupa karya Tribuana Said (1988) yang mengisi kekosongan literatur tentang sejarah pers Indonesia, sementara karya Ahmat Adam (1984 & 1993) belum banyak bisa diakses publik. Semua yang terbit di atas banyak memberikan tekanan pada perkembangan pers Indonesia setelah kemerdekaan 1945. Kecuali Edward Smith, Ahmat Adam dan Oey Hong Lee, seluruhnya memfokuskan diri pada periode pers Indonesia pada masa Orde Baru.

Apakah arti penting studi atas diri pers Indonesia ini?Berefleksi Menilai Diri Studi yang dilangsungkan pada obyek studi apa pun tak ada korelasi langsung dengan perkembangan obyeknya itu sendiri. Penelaahan masuk ke masalah obyek lewat seperangkat metodologi, tidak dengan sendirinya menggeser arti ontologis obyek tersebut, yang dalam hal ini ada pers Indonesia. Tetapi ini tidak mengurangi arti penting perlunya suatu kajian atas diri pers Indonesia. Studi selain sebagai suatu cara pandang melihat masalah, bisa juga jadi bahan refleksi mendalam bagi obyek tersebut.

Sadar tak sadar, media adalah pembuat realitas ke hadapan pemirsanya. Ialah yang mengkreasi simbol-simbol, atau membahasakan realitas yang ditangkapnya dan menuangkannya dalam rangkaian berita dan bahasa foto. Sadar atau tidak hal ini menghasilkan suatu ideologi tertentu di dalam produksi teks-teksnya. Thamrin Amal Tomagola (1990) misalnya membedah ideologi dari majalah wanita dan memerinci diskursus yang berlangsung di dalamnya. Studi terhadap diri pers ini, adalah suatu kritik intern ataupun ekstern atas kehadiran lembaga pers di tengah masyarakat, yang juga bersinggungan dengan hal kekuasaan, dalam pengertian yang luas. Dengan merunut sejumlah karya yang telah disebutkan di atas, rasanya masih bisa dilihat banyak lubang-lubang jika kita ingin merekonstruksi kisah tentang pers Indonesia ini. Dan sayang sekali misalnya, karya almarhum Abdurrachman Surjomihardjo dan kawan-kawan, tak sempat berbuah lebih banyak, karena karya asalnya sendiri kini tak dapat diakses publik untuk suatu alasan politis di masa lalu (awal 80-an) Padahal karya yang berjudul Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers Indonesia (kerja sama LIPI dan Deppen) belumlah tuntas dalam memetakan sejarah pers Indonesia, atau dahulu bisa disebut sebagai Pers Hindia Belanda. Dan masih banyak pekerjaan rumah sebenarnya, yang ditinggalkan oleh buku tersebut. Misalnya saja sejauh ini tak banyak orang menuliskan studi tentang pers daerah, atau pers di Indonesia Timur.

Atau meminjam sebutan David Hill, banyak pers pinggiran (Marginal Presses) saat ini, yang sering luput dari perhatian pemerhati studi pers Indonesia, yaitu publikasi khusus atau pers STT, Pers Mahasiswa, Pers Lokal Berbahasa Indonesia, Pers Lokal Berbahasa Daerah, Pers Islam, Pers Berbahasa Inggris, dan Pers Berbahasa Tionghoa. Bibliografi tentang Pers Indonesia pun saat ini hanya diwakili oleh dua karya, yaitu Mastini Hardjoprakoso (1978, serial Asian Mass Communication Research and Information Centre) dan Evert-Jan Hoogerwerf (1990 dalam proyek KITLV). Penyusunan koleksi surat kabar di dalam negeri hanya diwakili oleh karya Mastini Hardjoprakoso (1984)."HB Jassin" untuk Pers Beruntunglah dunia sastra yang memiliki seorang HB Jassin dan kini karyanya sudah melembaga sebagai Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Apakah ada yang punya perhatian serupa untuk dunia pers, dan membangun suatu lembaga yang serius untuk itu? Mengutipkan pendapat HB Jassin sendiri (Pamusuk Eneste, 1987), "Bagi saya pekerjaan dokumentasi ini telah memberikan semangat dan kegembiraan karena telah membuahkan hasil-hasil studi berupa pembicaraan dan kritik sastra, antologi dan kompilasi..." Dan selanjutnya ia menambahkan,

"Dengan adanya dokumentasi kita menjadi kenal masalah-masalah, kita juga menjadi kenal sejarah, latar belakang dan para pengarang sastra. Dokumentasi adalah alat untuk memperpanjang ingatan, memperdalam dan memperluasnya." Dengan memperhatikan segala kritik yang ditujukan kepada Jassin, serta dengan mempertimbangkan distingsi dunia sastra dan pers, maka hendak dikatakan di sini bahwa dokumentasi untuk pers adalah mutlak, dan untuk itu perlu ada suatu lembaga khusus yang menangani hal itu. Dan dari situ bisa dimulai suatu studi yang serius atas diri pers Indonesia. Persoalan pers Indonesia pun tak semata soal teks-teksnya, soal kode etik, efek pemberitaan, kaitan dengan pembangunan, tapi juga dapat meluas dalam pandangan relasinya dengan kelembagaan ataupun bidang lain dalam hidup manusia ini. Satu yang telah disebut di depan misalnya, bagaimana media massa membentuk realitas yang akhirnya ditangkap oleh pemirsanya. Hal lain yang juga menarik untuk dikaji adalah meninjau ulang paradigma pembangunan yang sekarang ini dominan dalam pers. Perubahan paradigma pembangunan yang ada sekarang, serta juga bagaimana media merefleksikan fakta di lapangan yang bisa mendukung atau menolak paradigma dominan tersebut (Everett Rogers ed, 1985).

Yang tak kurang disentuh oleh banyak orang adalah biografi kritis dari sejumlah tokoh pers masa kini. Orang-orang seperti Mochtar Lubis, Rosihan Anwar, A. Azia, BM Diah, SK Trimurti, Ani Loebis, Herawati Diah, dan terakhir Toeti Azis, telah dibuatkan biografi atas diri mereka masing-masing. Tetapi semuanya masih merupakan kisah para jurnalis dalam periode pers masa revolusi kemerdekaan, dan dengan demikian kental juga dunia politik atas diri mereka masing-masing. Namun tepat itu yang ditunjuk oleh Daniel Dhakidae (1991), bahwa saat ini sudah selesai jurnalisme politik, dan selamat datang industri jurnalisme. Hal ini belum tercerminkan dalam biografi dari sejumlah "jurnalis masa kini". Kemajuan-kemajuan pers yang terjadi saat ini, berikut juga dengan kemundurannya hanya akan terlihat ketika pendokumentasian kita cukup lengkap untuk itu. Dan itu misalnya bisa dipakai untuk menilai bagaimana penanganan kekuasaan terhadap diri pers masa kini. Dengan demikian studi yang serius untuk soal pers Indonesia adalah suatu agenda yang terlupa saat kini. Padahal kritik ke dalam, refleksi diri, sambil mencatatkan pertumbuhan dan perkembangan pers masa kini akan menghasilkan manfaat bagi banyak orang karenanya. Jangan-jangan kita kembali lompat terlalu jauh dalam media habbit ini, melompat ke media elektronik dan asyik bergumul di sana, dan lupa bahwa media cetak punya agenda banyak yang belum tuntas dipermasalahkan.

PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS

MASA ORDE BARU DAN REFORMASI


Negara demokrasi adalah negara yang mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Salah satu hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah kemerdekaan menyampaikan pikiran, baik secara lisan maupun tulisan.
Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Pengertian Pers
Ada 2 pengertian tentang pers, yaitu sbb :
1. dalam arti sempit ; Pers adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan buletin-buletin pada kantor berita.
2. dalam arti luas ; Pers mencakup semua media komunikasi, yaitu media cetak, media audio visual, dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dsb.

Perkembangan Pers di Indonesia
Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik Indonesia. Pada masa pergerakan sampai masa kemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi 3 golongan, yaitu pers Kolonial, pers Cina, dan pers Nasional.
Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa kolonial/penjajahan. Pers kolonial meliputi surat kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda.
Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia. Pers Cina meliputi koran-koran, majalah dalam bahasa Cina, Indonesia atau Belanda yang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina.
Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan. Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional.

Adapun perkembangan pers Nasional dapat dikategorikan menjadi beberapa peiode sbb :

1. Tahun 1945 – 1950-an
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.

2. Tahun 1950 – 1960-an
Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.

3. Tahun 1970-an
Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalami depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagi mendapat dana dari partai politik.

4. Tahun 1980-an
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.

5. Tahun 1990-an
Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi. Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di Indonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel-artikel yang kritis terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah mingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK, dan Editor.

6. Masa Reformasi (1998/1999) – sekarang
Pada masa reformasi, pers Indonesia menikmati kebebasan pers. Pada masa ini terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan terbukanya keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ. Habibie proses tersebut melibatkan 3 tahap saja.

Berdasarkan perkembangan pers tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman.

Pers di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah sbb :

Tahun 1945-an, pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.

Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan sama dengan partai-partai politik yang mendanainya.

Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan pencarian dana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi.

Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi.

Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ. Habibie, yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang ini.

Fungsi dan Peranan Pers dalam Masyarakat Demokratis Indonesia

Pers atau media amat dibutuhkan baik oleh pemerintah maupun rakyat dalam kehidupan bernegara. Pemerintah mengharapkan dukungan dan ketaatan masyarakat untuk menjalankan program dan kebijakan negara. Sedangkan masyarakat juga ingin mengetahui program dan kebijakan pemerintah yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 33 disebutkan mengenai fungsi pers, dalam hal ini pers nasional. Adapun fungsi pers nasional adalah sbb :
1. Sebagai wahana komunikasi massa.
Pers nasional sebagai sarana berkomunikasi antarwarga negara, warga negara dengan pemerintah, dan antarberbagai pihak.
2. Sebagai penyebar informasi.
Pers nasional dapat menyebarkan informasi baik dari pemerintah atau negara kepada warga negara (dari atas ke bawah) maupun dari warga negara ke negara (dari bawah ke atas).
3. Sebagai pembentuk opini.
Berita, tulisan, dan pendapat yang dituangkan melalui pers dapat menciptakan opini kepada masyarakat luas. Opini terbentuk melalui berita yang disebarkan lewat pers.
4. Sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol serta sebagai lembaga ekonomi.

UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 2 menyebutkan : “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.”

Dapat disimpulkan bahwa fungsi dan peranan pers di Indonesia antara lain sbb :
1. media untuk menyatakan pendapat dan gagasan-gagasannya.
2. media perantara bagi pemerintah dan masyarakat.
3. penyampai informasi kepada masyarakat luas.
4. penyaluran opini publik.

Peraturan Perundang-undangan tentang Kebebasan Pers di Indonesia
Hak masyarakat atau warga negara Indonesia untuk mengeluarkan pikiran secara lisan, atau tulisan mendapat jaminan dalam UUD 1945 Pasal 28, yang berbunyi ;

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.”

Selain itu, kebebasan pers di Indonesia memiliki landasan hukum yang termuat didalam ketentuan-ketentuan sbb :

1. Pasal 28 F, yang menyatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

2. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang antara lain menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi.

3. Pasal 19 Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah.”

sumber artikel :
www.shvoong.com
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA/MA Kelas XII

sumber gambar :
www.kompas.com
www.budpar.go.id


SISTEM PEMERINTAHAN

Sistem berarti suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional.

Pemerintahan dalam arti luas adalah pemerintah/ lembaga-lembaga Negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislative maupun yudikatif.

# Pengelompokkan system pemerintahan:

  1. system pemerintahan Presidensial

merupakan system pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislative). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.

Contoh Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia.

Ciri-ciri system pemerintahan Presidensial:

1. Pemerintahan Presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan.

2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatu dengan Legislatif.

3. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden.

4. eksekutif dipilih melalui pemilu.

  1. system pemerintahan Parlementer

merupakan suatu system pemerintahan di mana pemerintah (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam system pemerintahan ini, parlemen mempunyai kekuasaan yang besar dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Menteri dan perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen.

Contoh Negara: Kerajaan Inggris, Belanda, India, Australia, Malaysia.

Ciri-ciri dan syarat system pemerintahan Parlementer:

1. Pemerintahan Parlementer didasarkan pada prinsip pembagian kekuasaan.

2. Adanya tanggung jawab yang saling menguntungkan antara legislatif dengan eksekutif, dan antara presiden dan kabinet.

3. Eksekutif dipilih oleh kepala pemerintahan dengan persetujuan legislatif.

  1. system pemerintahan Campuran

dalam system pemerintahan ini diambil hal-hal yang terbaik dari system pemerintahan Presidensial dan system pemerintahan Parlemen. Selain memiliki presiden sebagai kepala Negara, juga memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

Contoh Negara: Perancis.

# Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

  1. Tahun 1945 – 1949

Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:

    1. Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
    2. Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP – KNIP.

  1. Tahun 1949 – 1950

Didasarkan pada konstitusi RIS. Pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah system parlementer cabinet semu (Quasy Parlementary). Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukan cabinet parlementer murni karena dalam system parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.

  1. Tahun 1950 – 1959

Landasannya adalah UUD ’50 pengganti konstitusi RIS ’49. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer cabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Ciri-ciri:

    1. presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
    2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
    3. Presiden berhak membubarkan DPR.
    4. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.

  1. Tahun 1959 – 1966 (Demokrasi Terpimpin)

Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat.

  1. Tahun 1966 – 1998

Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Soeharto mundur pada 21 Mei ’98.

  1. Tahun 1998 – Sekarang (Reformasi)

Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa.

# Sistem Pemerintahan menurut UUD ’45 sebelum diamandemen:

Ø Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.

Ø DPR sebagai pembuat UU.

Ø Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.

Ø DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.

Ø MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.

Ø BPK pengaudit keuangan.

# Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)

Ø MPR bukan lembaga tertinggi lagi.

Ø Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.

Ø Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

Ø Presiden tidak dapat membubarkan DPR.

Ø Kekuasaan Legislatif lebih dominan.

# Perbandingan SisPem Indonesia dengan SisPem Negara Lain

Berdasarkan penjelasan UUD ’45, Indonesia menganut sistem Presidensia. Tapi dalam praktiknya banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.

# kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia

Ø Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.

Ø Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis kabinet.

Ø Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.

# Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia

Ø Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden.

Ø Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.

Ø Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.

Ø Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.

# Perbedaan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Sistem Pemerintahan Malaysia

  1. Badan Eksekutif

a. Badan Eksekutif Malaysia terletak pada Perdana Menteri sebagai penggerak pemerintahan negara.

b. Badan Eksekutif Indonesia terletak pada Presiden yang mempunyai 2 kedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

  1. Badan Legislatif

a. Di Malaysia ada 2 Dewan Utama dalam badan perundangan yaitu Dewan Negara dan Dewan Rakyat yang perannyan membuat undang-undang.

b. Di Indonesia berada di tangan DPR yang perannya membuat undang-undang dengan persetujuan Presiden